(Puisi) Bersembunyi Dalam Payah
Ra, mendekatlah, riuh rendah ujung dadaku tak kunjung habis garisnya, semua
benda lupa diri dan besar yang terlempar ke kantor ini bagian dari namamu,
bahkan dinding dan papan ketik tak lagi asli. Layaknya gradasi antara sebentang
senyum dan merah realita. Ini bukan rindu, Ra. Tapi kegilaan yang menari dan
bersembunyi dalam payah.
Lihatlah, seseorang membuang kepala di meja dan tak ingin telinganya
dibersihkan basa-basi. Tapi aku tak begitu karenamu, Ra. Lebih baik semua ini
tersimpan dalam kegamangan panjang, mengatakannya berarti menghabisi cinta.
Meskipun terus menggema dan berusaha bebas, aku tak mau cepat-cepat waras.
Kenapa kau betah sekali menyelinap di belakang kerah bajuku, di botolminumku, atau kadang-kadang di setiap sudut ruangan ini? Menularkan dirimu; mengacaukan aliran darah dan warna kulitmu tercampur ke mataku? Tentu aku cuma menduga, Ra. Lampu pura-pura tahu dan kering denging mesin pendingin tertawa. Aku terlampau dirimu. Ku harap kau tahu itu.
Penuhi lenganku, erat-erat, berat-berat
Komentar
Posting Komentar